Nama
: MARSINTA ULI
Npm
: 13020017 A/13
Indonesia
1808-1830
politik
dan ekonomi indonesia:
A. 1808-1811
Sebagai
Gubernur Jenderal di Batavia Daendels (1808-1811) kedatangannya membawa tugas
khusus. Dia harus memperkuat jawa sebagai daerah basis untuk menghadapi inggris
di lautan hindia.[1]
Daendels seorang pemuja prinsip revolusioner sehingga dia membuat jawa
menjadi suatu perpaduan antara semangat
pembaharuan dengan metode kediktatoran, namun hanya menuai hasil yang sedikit.
Daendels kurang suka terhadap penguasa di jawa (bupati) yang memerintah secara
feodal sehingga muncul antifeodalisme, padahal mereka merupakan sebagian kecil
pegawai administrasi eropa, sehingga daendels mengurangi pendapatan mereka.
Daendels
membuat peraturan baru di jawa yaitu peraturan mengenai penerimaan residen di
istana pada tatanan pemerintahan surakarta dan yogyakarta. Menurut peraturan
baru ini residen di kerajaan-kerajaan itu diberi penghormatan sebagai wakil
dari suatu kekuasaan tertinggi ditempatkan sejajar dengan raja. Di surakarta
peraturan ini di tertima tetapi tidak di
yogyakarta. Sultan hameng kubuwono II menentang peraturan ini, pada tahun
1810 ia di paksa turun dari tahtanya
dengan ekspedidi militer yang di pimpin oleh daendels sendiri. Sebagai
penggantinya diangkat putra mahkotanya menjadi raja dengan gelar Hamengku
Buwono III / Sultan rojo. Inilah raja yang bekerja sama dengan daendels.
Daendels menambahkan beban kepada rakyat yaitu penanaman wajib kopi, yang belum
lama siap di jawa tengah dan jawa timur, diperluas oleh daendels. Untuk membuat
jaringan-jariang yang lebih luas lagi dan dituntut untuk rodi yang berat. Jalan
dibuat untuk kepentingan militer tetapi akhirnya menjadi penting untuk
perekonomian.[2]
Jawa
dan madura merupakan satu kesatuan administratif yang di buat oleh belanda.
Madura mempunyai nilai ekonomi yang
besar sebagai pemasok utama garam untuk daerah-daerah yang di kuasai belanda di
seluruh nusantara dimana garam sangat menguntungkan bagi belanda.
Di
banten, peraturan daendels sangat keras dibandingkan di jawa, dengan tujuan
menuntut kerja rodi untuk pekerjaan-pekerjaan militer hal ini juga yang
menyebabkan peperangan antara daendels dengan kesultanan banten tak lama
setelah itu daendels meninggalkan indonesia.
Dengan
jatuhnya pangkalan utama prancis di mauritius, pada bulan mei 1811, napeleon
menyuruh daendels meninggalkan indonesia dan digantikan oleh willem janssens (
yang telah menyerahkan tanjung harapan kepada pihak inggris tahun 1806) sedangkan
pada akhir 1810 inggris sudah siap merebut jantung jajahan belanda di pulau
jawa. Pada tanggal 4 agustus 1811 inggris melakukan serangan kepada belanda.
Dan pada 28 agustus berhasil mengalahkan belanda. sehingga janssens mundur kearah semarang. Pada 18
september janssens menyerah di salatiga dan menyepakati suatu kesepakatan
“kapitulasi Tuntang” . kapitulasi tuntang adalah surat penyerahan kekuasaan
Belanda kepada inggris atas seluruh pulau jawa beserta pangkalan-pangkalannya.
B. 1811-1816
1. Kedatangan
Thomas stamford Raffles
Setelah napoleon
menguasai belanda dan daendels pemperkuat pertahanan di jawa, inggris memutuskan untuk menyerang
daerah kekuasaan belanda di seberang laut. Pada tanggal 31 agustus 1810,
inggris menerima berita dari direktur EIC untuk mengusir prancis dan belanda
dari jawa dan tempat-tempat lain di timur.
Raffles pada mulanya
seorang pegawai EIC di london dan kemudian diangkat sebagai agen di pulau
penang , disinilah ia mulai mempelajari
bahasa melayu, sejarah dan adat istiadat melayu. Ketika penyerangan semakin
dekat, raffles ditugaskan oleh Lord minto untuk mengadakan persiapan-persiapan
diplomatik sesuai dengan instruksi london, upaya persahabatan dengan penduduk
agar serangan berlangsung dengan mudah, sedangkan ia sendiri menyiapkan
segala sesuatunya yang berhubungan
dengan kepentingan militer.[3]
2. Perjanjian
dan pembagian wilayah
Pada tanggal 18
september 1811 belanda menyerah di Tuntang (salatiga ) dan menandatangani
perjanjian di tuntang yang isinya antara lain:
· Seluruh
jawa dan daerah taklukanya di serahkan kepada inggris,
· Semua
serdadu belanda jadi tawanan dan pegawai-pegawai yang mau bekerja pada
pemerintahan inggris dapat menjabat jabatan lama,
· Hutang
selama masa belanda-prancis tidak menjadi tanggungan inggris,
· Tentara
raja-raja boleh pulang ke wilayah asalnya.
Lord
minto membagi wilayah indonesia dalam empat bagian yaitu : jawa dan daerahnya
(madura, palembang, makassar, banjarmasin, dan nusa tenggara), malaka, bengkulu
(pantai barat sumatra), maluku.
3. Kebijakan-kebijakan
yang diterapkan Thomas Stamford Raffles
Pada tanggal 20 juni
1812 raffles bersama pasukanya menyerbu yogyakarta, sultan di tangkap dan
dibuang ke penang. Raffles juga mengambil alih pengelolaan pajak, gerbang dan
pasar, juga larangan memilikin tentara kecuali pengawal. Sementara itu di
madura , bali, banjarmasin juga dipaksa untuk mengakui kekuasaan inggris. Di
bone inggris tidak berhasil berkuasa karena aru palaka selalu mengadakan
perlawanan.[4]
Raffles juga menetapkan larangan perbudakan, adapun langkah-langkah yang
dilakukannya adalah :
§ Pajak
bagi pemeliharaan budak (1812)
§ Larangan
perdagangan budak di seluruh nusantara
§ Dihapuskannya
ketentuan penahanan budak oleh polisi atas permintaan pemiliknya (1813)
§ Larangan
perlindungan sekop (sipenghutang beserta keluarga jadi buruh di tempat si
pemberi hutang tanpa bayar)
Raffles juga
menghapus “comingenten” dan “ verplice leverantics” serta menggantinya
dengan bentuk pajak baru . sesuai dengan prinsip bahwa negeri jajahan harus
menguntungkan negeri induk, maka diperlukan perubahan sistem pendapatan yang
konsisten dengan keadilan politik cocok dengan pandangan inggris untuk
membebaskan rakyat dari penindasan feodal. Raffles juga menerapkan sistem
liberal. Dengan pemikirannya itu dia menggeser kedudukan penguasa tradisional
dan diganti dengan pegawai-pegawai eropa yang akan memperkenalkan dan
mengadministrasi sistem perpajakan baru, yaitu sistem pajak tanah. Yang menjadi
dasar hukum dari sistem pajak tanah ini adalah pikiran bahwa pajak milik raja.
Dengan pandangan demikian dia tidak mengakui adanyan hak yang milik
turun-temurun yang dapat diwariskan oleh
petani kepada anak cucu mereka. Raffles juga dapat menyewakan tanah kepada
swasta, harganya tergantung pada kesuburan tanahnya[5].
Raffles menetapakan pajak perseorangan, kemudian setelah uji coba dia
menetapkan perindividu dan fungsi kepala desa sebagai pemegang buku. Karena
pajak harus dibayar dengan uang, maka pedagang-pedagang perantara mendapatkan
untung pula dari bentuk pajak baru ini (mereka membeli beras petani).
Dibidang keuangan,
raffles melaksanakan monopoli garam, pembuatan arak serta memungut pajak dari
orang-orang yang dimasukkan ke jawa. Karena kekurangan uang, raffles tidak
pernah konsisten. Ia tetap melaksanakan tanam wajib kopi dan kayu jati. Rodi
tidak juga dihapuskan karena pemerintah memerlukan tenaga buruh untuk pembuatan
jalan. Dia juga menjual tanah pemerintah kepada orang-orang partikulir
(terletak pada daerah panarukan, ciasan, tegal dan waru) dan membeli tanah
probolinggo (1813) yang dijual daendels
karena rakyat disana dibawah pimpinan kyai mas memberontak akibat kekejaman
pemiliknya han ti ko.
Raffles selama masa
kekuasaanya tidak berhasil menyeimbangkan anggaran belanja sehingga menimbulkan
ke tidak puasan direktur EIC. Sementara itu di eropa terjadi lagi perubahan
politik setelah napoleon bonaparte dikalahkan, maka antara inggris-belanda
membuat satu perjanjian yang disebut dengan konferensi london (1814) yang
isinya :
1) Indonesia
dikembalikan kepada belanda
2) Jajahan
belanda seperti : sailan, cafe koloni, guyana tetap ditangan inggris
3) Cochin
(di pantai malabar) diambil oleh inggris dan bangka diserahkan kepada belanda
sebagai gantinya.
Dan
isi konferensi london tersebut tidak disetujui oleh raffles, karena dia melihat
indonesia akan mempunyai arti yang sangat penting di kemudian hari. Hal ini
mengakibatkan dia diganti oleh Jonh Fendal (1816) yang kemudian melakukan serah
terima indonesia ke tangan belanda pada tanggal 19 agustus 1816.
C. 1816-1830[6]
1. Masa
komisaris jenderal 1816-1819
Setelah napoleon
mangalami kekalahan di leipzig 1813, maka orang-orang belanda melakukan
pemberontakan terhadap perancis. Saudara van hogendropmembuat organisasi
pemerintahan sementara dan memanggil willeim
VI [anak standhouder (willem V)] dari inggris. Menurut undang-undang
yang diterima pada tahun 1814, dia menjadi pangeran dengan tugas yang lebih
luas yaitu tidak hanya mengurus masalah
keuangan saja, namun juga mengontrol daerah jajahan. Setelah itu, pada tahun
1815 menurut isi perjanjian wina, belanda dan belgia bergabung, maka dengan itu
terbentuklah negara kerajaan Nederland. Membuat kedudukan willeim VI berubah
menjadi raja dengan nama Willeim I.
Dengan adanya traktat
london pada tahun 1814, mengharuskan inggris untuk mengembalikan semua jajahan
belanda yang telah ditaklukkan semenjak 1803, kecuali afrika selatan dan
ceylon. Termasuk indonesia yang khususnya jawa yang semenjak tahun 1811 telah
dikuasai inggris harus dikembalikan lagi kepada belanda. Inilah awal dimulainya
masa imprealisme belanda secara langsung (sebelumnya hanya melalui perpanjangan
tangan pemerintah belanda dengan VOC) yang bernama “hindia-belanda”. Untuk
serah terima antara inggris dengan belanda, ditunjuk tiga orang komisaris
jenderal, yaitu cornelis theodorus elout, baron van der capellen (seorang ahli
kenegaraan dengan reputasi yang tinggi) dan A.A Buyskes (yang sebelumnya adalah
letnan gubernur jenderal pada masa Daendels) dan komisaris-komisaris ini
dibantu oleh H.W Muntinghe yang berpengalaman. Sebagai ketua ditunjuk elout
karena ia adalah seorang liberal, humatarian, dan pengikut pandangan adam
smith.
Untuk menjalankan
tugas-tugasnya, para komisaris-komisaris ini dilengkapi dengan undang-undang
pemerintahan 1815 yang didasarkan pada kebebasan bertanam (kecuali
rempah-rempah dan candu), kebebasan menjual apabila pajak telah dibayar dan
hasil berlebih. Ketiga jendral ini sampai di jawa pada bulan april 1816 dan
kemudian baru pada tanggal 19 agustus1816 di adakan serah terima dengan pihak inggris.
Dalam naskah serah terima tersebut dinyatakan bahwa “ komisaris jendral diberi
kekuasaan atas nama raja dan berhak memerinta serta menjalankan pemerintahan”
dan untuk sementara waktu peraturan-peraturan yang berlaku sebelumnya akan
dipertahankan.
Tugas yang dijalankan
oleh para komisaris ini tidaklah mudah, karena para komisaris ini dihadapkan
oleh banyak masalah antara lain adalah, masalah serah terima diluar jawa, lalu
masalah dengan raffles dari inggris yang tidak menyetujui isi dari traktat
london tersebut, masalah keuangan dan mempersiapkan peraturan-peraturan yang sesuai dengan jawa
khususnya dan indonesia umumnya.
Dikatakan bahwa
tugas-tugas yang akan dijalankan oleh para komisaris ini cukup berat seperti
pada masalah serah terima serta keamanan terjadi di daerah maluku dan
palembang. Masalah di maluku, kedatangan belanda disambut oleh kaum pribumi
dengan penuh kecurigaan, kebencian yang mendalam akibat penindasan yang pernah
dilakukan oleh VOC dan dibandingkan dengan kelonggaran kelonggaran yang
diberikan inggris menyebabkan penduduk pribumi menentang kembalinya kekuasaan
belanda. Kebencian berubah menjadi sebuah pemberontakan yang dikenal dengan
nama perang patimura (pemberontakan sapura). Perlawanan ini dapat diredam oleh
belanda dengan cara tipu muslihat dan pengalaman pahit tersebut menyebabkan
belanda menerapkan bahwa sistem monopoli dan pelayaran hongi dihapuskan. [7]
Di palembang juga
terjadi perlawan , sultan najamuddin yang diangkat oleh inggris ( masa raffles)
dibuang ke cianjur. Lalu sultan badaruddin yang dulunya menentang belanda dan
juga menentang inggris di nobatkan kembali (1818). Kesempatan ini dimanfaatkan
oleh sultan badaruddin untuk mensiasati cara untuk melakukan perlawana dengan
belanda. Pada tahun 1819 belanda gagal menaklukkan palembang, barulah pada
tahun 1821 di bawah de cock palembang dapat ditaklukkan oleh belanda dan sultan
badaruddin pun dibuang ke belanda ke
ternate.
Peraturan-peraturan
tahun 1818 dan 1819 ditetapkan antara
lain : pajak tanah per individu diganti dengan pedesaan, penetapanya tidak
ditentukan secara jumlah yang harus dibayar sebuah desa berdasarkan persetujuan
, jadi dengan cara tawar menawar dan dapat dibayar dengan uang atau apa yang
disukai petani.
2. Masa
Van Der Capellen 1819-1826
Van
der capellen memerintah tidak berpedoman dengan undang-undang 1818/1819 yang
telah disusun, sebaliknya sedikit demi sedikit kembali ke sistem lama. Dengan
alasan untuk melindungi petani dari eksploitasi dan orang-orang asing. Namun
kenyataanya, harga yang dibayarkan pemerintah kemudian sangat rendah
(monopoli), walaupun ada perintah dari negri induk (belanda ) 1821 supaya harga dinaikkan, namun
tidak dipatuhi oleh van der capellen. Undang-undang di tahun 1823 berakibat
lebih parah lagi. Isinya berupa larangan menyewakan tanah-tanah di kerajaan
surakarta dan yogyakarta kepada orang-orang asing (eropa). [8]
Pegawai-pegawai dibayar denga hasil tanah yang diberikan hak guna memakai
mereka. Tanah-tanah itulah yang disewakan para bangsawan kepada orang-orang
eropa dengan sewa yang lebih besar terhadap para bangsawan dan raja yogyakarta,
sehingga kesalahan yang terjadiketika masa daendels, meletus dalam bentuk
perang java.
Perlawanan
pun timbul dari berbagai daerah di luar pulau jawa seperti di palembang dan
sumatra barat. Tentu saja semua usaha memadamkan perlawana memerlukan biaya
yang banyak. Sedangkan usulan di bidang keuangan dan perkebunan tidak
mendapatkan kemajuan . hal tersebut menimbulkan ketidak puasan pemerintah
belanda terhadap pemerintahan van der capellen karena:
a. Hutang
yang semakin besar (pengeluaran lebih besar dari pemasukan)
b. Semakin
berkurangnya hasil tanaman ekspor
c. Ketidak
pusan penanaman modal partikelir akibat politiknya terhadap pemilikan tanah.
d. Sementara
itu golongan liberal mengutuk sikapnya yang konservatif.
3. Masa
De Bus de Gisignies 1826-1830
De bus de gisignies yang setuju
dengan gagasan raffles dan komisaris jenderal, dan menjalankan gagasan
tersebut. Pada mei 1827 du bus telah dapat mengemukakan hasil penyelidikannya
yang antara lain berisi, eksport jawa tidak sebanding dengan kesuburan tanah dan banyaknya tenaga. Baru kurang lebih
4/5 tanah yang dikerjakan. Selama ekspor tidak dapat ditingkatkan dengan mengganti
milik bersama menjadi milik perorangan, penambahan modal baru untuk perkebunan
di samping yang telah ada. Tanah-tanah yang diberikan adalah tanah yang belum
dibuka yang terletak di dekat desa yang padat sehingga petani dapat tambahan
penghasilan baru. Dan ternyata buah pikiran de bus tersebut ditolak oleh raja.
Sementara itu keuangan belanda semakin merosot
akibat situasi di eropa dan perang yang terjadi di indonesia, dan
utang-utang belanda yang besar perlu dikembalikan lagi. Oleh karena masalah
gawat ini tidak dapat ditanggulangi oleh negeri belanda. Maka pada tahun 1830 pemerintah belanda mengangkat
Gubernur Jenderal yang baru untuk indonesia yaitu: Johannes van den Bosch, yang
diserahi tugas utama untuk meningkatkan produksi tanaman ekspor yang tidak
terjadi selama sistem pajak tanah berlangsung dengan melakukan gagasan sistem
tanam paksa.
Daftar
pustaka :
Kartodirjo,
sartono. 1999. pengantar sejarah indonesia baru :1500-1900 dari
emporium sampai imperium
jilid1. jakarta: PT Gramedia pustaka.
Kartodirjo,Dkk.1975.sejarah
nasional indonesia IV.jakarta:balai pustaka.
Ricklefs,MC,2009,sejarah
indonesia modern :1200-1008,jakarta :Ptserambi ilmu
semesta.
Prajudi,atmosudirdjo,1984,
sejarah ekonomi indonesia,jakarta:PT Pradya paramita.