Sabtu, 06 Juni 2015

Perlawanan menghadapi kolonialisme

Sejarah Indonesia Zaman Pengaruh Barat

1.     Perang pattimura di saparua
Pemindahan kekuasaaan dari tangan inggris ke belanda membuat maluku tengah mulai khwawatir akan pengalihan kekuasaan tersebut, sehingga mengadakan perundingan-perundingan untuk membahasnya. Pada 14 mei 1817 di pulau saparua para pemuda dan petinggi-petinggi desa sepakat untuk menghancurkan pusat kekuasaan kolonial do banten duurstade yang terletak di pulai saparua. Keputusan ini diteruskan kepada setiap negri di pulau itu. Dalam musyawarah di tempat itu dipilihlah thomas mattulessi sebagai pemimpin perang dengan julukan pattimura. Peperangan di saparua di menangkan oleh pattimura. Jatuhnya duurstede bagi belanda merupakan suatu pukulan besar. Tidak lama kemudian mereka menyusun suatu kekuatan untuk merebutnya kembali. Pasukan yang dipimpin oleh mayor beetjes itu tiba di saparua pada tanggal 20 mei 1817. Sejak armada kapal beetjes memasuki teluk saparua, kapitan pattimura sudah siap dengan strategi yang telah disusunya. Seluruh pasukan telah disusun rapi di sepanjang pantai. Strategi yang diterapkan pattimura berhasil menghancurkan pasukan beetjes pada 25 mei 1817. Setelah itu strategi selanjutnya dari pattimura yaitu melakukan penyerbuan ke arah benteng zeelandia di pulau haruku.
Peyerbuan pertama dilakukan pada tanggal 30 mei 1817, dimana serangan pasukan pattimura yang pertama berhasil digagalkan oleh pihak belanda. Serangan kedua dilancarkan setelah tiga hari kemudian, serangan yang dilakukan mendapat balasan dari pihak belanda yang menembakkan meriam ke arah pasukan pattimura sehingga pasukan menjadi berserakan. Setelah seminggu setelah penyerbuan ke benteng zeelandia ini, muncul beberapa pihak yang mencoba melakukan perundingan. Namun perundingan itu gagal. Dengan demikian peperangan dilancarkan kembali. Armada dan pasukan groot kini menuju ke duurstede yang memang sengaja dilepaskan oleh kapitan pattimura. Sekalipun  pasukan-pasukan groot berhasil menguasai benteng, namun diluar tembok-temboknya pasukan pattimura tetap berkuasa. Perlawanan yang tidak kunjung reda di saparua, haruku dan ambon dengan bantuan pasukan-pasukan alifuru dari seram itu berlangsung terus dari bulan agustus – november. Sekalipun persenjataan pattimura tidak lengkap karena kira-kira hanya dua puluh persen saja dari pasukanya memiliki bedil tua yang biasanya dipakai untuk berburu, sedangkan sebagian besar hanya memakai perang, tombak dan perisai. Kendati demikian walau hanya dengan persenjataan yang seadanya tetapi semua itu didukung oleh strategi sehingga penyerangan dapat dilakukan  secara efektif. Pada bulan november 1817, pasukan belanda mendapatkan bantuan 1500 orang dari kerajaan ternate dan tidore atas permintaan gubernur middelkoop, dan sebuah armada yang lebih kuat  dari jawa yang dipimpin langsung oleh laksamana muda A.A Buyskes yang lain menjabat panglima armada di hindia-belanda juga menjadi komisaris jenderal I di batavia. Dengan kekuatan yang besar, buyskes mengirim sebuah pasukan kecil yang terdiri dari orang-orang ternate dan tidore untuk memotong jalan melalui hutan dan pegunungan arah ke ambon. Pada desember 1817 pasukan pimpinan buyskes berhasil meredakan pertempuran dan menagkap kapitan pattimura bersama denagn tiga orang panglimanya, dan mereka dijatuhi hukuman mati yang dijalankan di benteng  niuew victoria di ambon.

2.     Perang Paderi /Minangkabau
Kedatangan islam dalam masyarakat minangkabau sedikit banyak membawa kegoyahan dikalangan kaum adat. Meskipun demikian adat tetap dipegang teguh oleh golongan masyarakat yang kepercayaannya islam masih tipis. Kedatangan ketiga haji yakni haji Miskin, Haji Sumanik, dan Haji Piabang pada tahun 1803, membawa perubahan baru pada masyarakat minangkabau. Ketiga haji tersebut telah menyaksikan kerasnya usaha kaum Wuhabi di mekkah untuk membersihkan agama islam dari tindakan-tindakan yang menyimpang dari ajaran kur’an. Dalam pandangan mereka keadaan masyarakat minangkabau  waktu itu telah menyimpang jauh dari apa yang diajarkan agama. Oleh karena itu mereka bertekad untuk meluruskannya. Gerakan Para haji ini yang kemudian terkenal dengan sebutan gerakan padri, terutama bertujuan untuk memperbaiki masyarakat minagnkabau dan akan mengembalikannya pada keadaan yang sesuai dengan ajaran islam. Beberapa ulama yang sudah lama berpengaru dalam masyarakat menyambut ide kaum padri dengan baik. Ulama-ulama ini kemudian muncul sebagai pemimpin-pemimpin yang berperanan dalam gerakan padri. Ajaran kaum padri juga menarik perhatian sementara kepala-kepala negeri di daerah pantai. Timbulnya perlawana-perlawanan dari kalangan kaum adat membuat usaha ketiga haji ini perlu banyak pengorbanan dan kesabaran, seperti ketika haji miskin mencoba melarang penyabungan ayam yang dilakukan oleh penduduk di pandai sikai.
 Pertempuran antara kedua belah pihak mulai meletus dikota lawas. Perang ini kemudian menjalar ke daerah-daerah lain. Rakyat yang telah dipengaruhi kaum padri mulai mengangkat senjata untuk menggabungkan diri dalam perang. Di daerah alahan panjang kedudukan kaum padri telah terjadi di berbagai daerah, kaum padri dibawah pimpinan datuk Bandaro telah bertempur melawan kaum adat yang di pimpin oleh Datuk Sati. Datuk bandaro meninggal karena terkena racun pada saat mengadakan pertahanan bersama pengikut-pengikutnya di benteng bonjol. Kemudian digantikan oleh tuanku imam bonjol. Didaerah lain seperti di tanah datar terdapat juga pertempuran antara kaum padri yang dipimpin oleh tuanku pasaman dengan kaum adat. Pertentangan intern antara golongan dalam masyarakat minangkabau yang disebabkan karena perbedaan faham kepercayaan. Dan keyakinan ini mengalami perkembangan baru, setelah kekuasaan asing kemudian mengadakan intervensi.
Kedatangan letnan gubernur thomas raffles di padang pada pertengahan bulan juli 1818 tidak lain untuk mencoba menarik perhatian rakyat minangkabau, berhubung daerah tersebut seperti halnya daerah-daerah lainnya menurut konvensi london 1814 harus dikembalikan kepada belanda. Perlawatan raffles ke minangkabau juga mempunyai maksud untuk mengetahui dari dekat situasi terakhir di daerah tersebut. Pendekatan raffles pada kaum adat berhasiil, bahkan kaum adat menginginkan bantuannya dalam menghadapi kaum padri. Sebaliknya kaum padri menunjukkan sikap menolak bekerjasama dengan pihak inggris. Waktu belanda menerima penyerahan kembali daerah sumatra baratdari ingggris, maka perlawanan kaum padri akhirnya juga diarahkan pada kekuasaan belanda. Kaum padri mulai melakukan serangan serangan terhadap pos-pos belanda maupun pencegatan terhadap pasukan patroli mereka. Dalam pertempuran yang terjadi  antara pasukan tuanku pasaman dan pasukan belanda telah meminta banyak korban di kedua belah pihak.
Di daerah agam pada tanggal 24 september 1823 pasukan padri telah menyerang pasukan mayor laemlin yang berkekuatan 170 orang.  Namun pasukan belanda berhasil mendesak pasukan padri, bahkan akhirnya dapat merebut benteng pertahanan padri di daerah itu yang dijaga oleh 360 orang. Dengan kepergian letnan kolonel raaff kepadang pada 16 desember 1823 untuk menggantikan kedudukan Du Puy sebagai residen dan komandan militer belanda di padang. Terjadilah perkembangan baru, raaff merencanakan untuk mengadakan perundingan dengan pihak kaum padri. Usahanya untuk mendekati kaum padri di bonjol berhasil dan pada 22 januari 1824 dapat diadakan perundingan perdamaian dengan mereka. Setelah itu kaum padri di daerah VI kota juga mengadakan perdamaian dengan belanda. Tuanku damasiang, seorang pemimpin padri di kota lawas, menolak untuk berdamai dengan belanda, sehingga mendapat serangan dari pasukan belanda. Kota lawas dibakar dan tuanku damasiang terpaksa menyerah karena kepungan pasukan belanda tersebut. Meninggalnya letnan kolonel raaff karena sakit pada 19 april 1824 merupakan kesempatan baik bagi mereka untuk mengobarkan perang lagi.
Kelemahan pasukan belanda di berbagai daerah pertempuran membawa akibat makin meluasnya perlawanan kaum padri. Di samping itu terlihat bahwa sementara kaum adat yang kecewa mulai melakukan perlawanan juga terhadap belanda. Pada tanggal 10 agustus 1837 tuanku imam bonjol menyatakan bersedia untuk mengadakan perundingan perdamaian. Tetapi belanda menganggap bahwa kesediaan tuanku imam bonjol tersebut hanya merupakan siasat untuk memperoleh waktu guna menggali lobang yang menghubungkan dalam dan luar benteng. Dalam pertempuran bulan oktober 1837 pengepungan dilakukan oleh pasukan-pasukan belandaterhadap benteng bonjol. Dan benteng bonjol yang dipertahankan oleh kaum padri dengan sekuat tenaga dapat dimasuki oleh pasukan belanda. Penyerahan tuanku imam bonjol beserta pasukanya terjadi pada tanggal 25 oktober 1837 dan merupakan pukulan berat bagi perlawanan kaum padri pada umumnya. Dengan menyerahnya tuanku imam bonjol tidak berarti bahwa perlawanan kaum padri di daerah-daerah lainnya segera berakhir. Dalam bulan november 1837 tuanku tambusi masih mengadakan perlawanan di dekat angkola, demikian pula terjadinya pemberontakan di batipo dalam tahun 1841 menunjukkan bahwa sisa-sisa perlawanan terhadap belanda masih tetap berlangsung.
3.     Perang Diponegoro
Sejak daendels berkuasa, maka wilayah kekuasaan raja-raja jawa makin dipersempit. Hal ini disebabkan karena banyak daerah yang diberikan kepada belanda sebagai imbalan atas bantuannya. Dengan hilangnya daerah-daerah pesisir, kerajaan mataram makin melepaskan kegiatan pelayaran dan perdagangannya,  dan memusatkan kegiatannya pada bidang pertanian. Pada tahun 1823 gubernur jenderal van der capplen memerintahkan agar tanah-tanah yang disewa  dari kaum bangsawan dikembalikan lagi kepada yang punya, dengan perjanjian, bahwa uang sewa dan biaya lainnya harus dibayar kembali kepada si penyewa. Dengan demikian beban para bangsawan juga sangat berat karena uang sewa itu sudah dibelanjakan. Pada saat kekuasaan mataram melemah muncullah seorang pemimpin besar, yang dapat membimbing rakyat, yaitu pangeran diponegoro. Ia adalah putra sulung sultan hamengkubuwono III dari garwa ampeyan. Yang lahir pada 11 november 1785 dengan nama kecil raden mas ontowiryo. Sejak kecil ia didik oleh neneknya kanjeng ratu ageng ditegalrejo, terenal sebagai orang yang sangat saleh. Beliau selalu memperdalam soal agama. Sebagai orang yang sangat saleh, beliau tidak mementingkan keduniawian, dan selalu mengingat kepentingan umum. Terdesak oleh keadaan maka beliau bertindak untuk mempertahankan kedudukan para bangsawan dan membela nasib rakyat kecil.
Sewaktu inggris masih berkuasa, sultan hamenku buwono III dan raffles pernah menjanjikan kepada diponegoro akan naik tahta sebagai pengganti ayahnya. Namun setelah ayahnya wafat tahun 1814, yang menggantikan buakan diponegoro tetapi adikya yakni mas jarot dengan gelar sultan hamengku buwono IV, sedangkan diponegoro diangkat sebagai penasehatnya. Pengaruh terhadap diponegoro terhadap sultan HB IV besar sekali. Atas desakan pangeran diponegoro, sultan HB IV pernah mencabut keputusannya yang telah disampaikannya kepada residen belanda. Karena kehidupan HB IV yang kebarat-baratan, maka wafatnya yang tiba-tiba tahun 1822 dianggap oleh diponegoro sebagai kutukan.
Pada tanggal 25 juli 1825 berkobarlah perlawanan diponegoro. Dalam pertempuran tersebut, pangeran diponegoro bersama keluarganya berhasil melepaskan diri dari serbuan belanda. Setelah pertempuran di tegalrejo, diponegoro dengan pasukannya menyingkir ke gua selarong, sekitar 15 km sebelah barat daya kota yogyakarta, guna mengatur siasat perang selanjutnya. Keluarka diponegoro di ungsikan ke dekso.
Kabar mengenai meletusnya perlawanan diponegoro terhadap belanda meluas ke berbagai daerah. Rakyat petani yang telah lama menderita dalam kehidupannya, banyak yang datang untuk ikut serta dalam perlawanan. Demikian pula para ulama dan bangsawan yang kecewa terhadap belanda bergabung dengan diponegoro. Daerah-daerah lain juga menyambut perlawanan diponegoro dengan melakukan perlawana terhadap belanda. Alibasyah sentot prawirodirjodari madiun menjadi panglima perang diponegoro. Itulah sebabnya pada tahun-tahun pertama pertempuran dengan cepat meluas sampai ke daerah pacitan, purwodadi, banyumas, pekalongan, semarang, rembang, kertosono, dan madiun. Dalam pertempuran di daerah lekong (1826), belanda di pukul mundur, seorang letnan belanda tewas dan dua orang bangsawan gugur. Dalam pertempuran-pertempuran dari tahun 1825-1826 kemenangan ada di pihak diponegoro, hal ini disebabkan. 1. Semangat perang pasukan diponegoro masih tinggi, 2 siasat gerilya yang dilakukandiponegoro belum tertandingi, 3 sebagian pasukan belanda masih berada di sumatra barat dalam rangka perang padri. Karena itu tawaran belanda untuk melakukan perdamaian selalu di tolak diponegoro. Lalu belanda melakukan berbagai siasat sebagai berikut : sultan HB II (sultan sepuh) yang dibuang raffles ke pulau pengang dikembaliakan ke yogyakarta dengan tujuan menandatangan kan perdamaian sehingga para bangsawan yang memihak diponegoro diharapkan kembali ke kraton. Usaha tersebut gagal karena sultan sepuh kurang berwibawah lagi bahkan tidak lama kemudian terus wafat sehingga para bangsawan tetapm melakukan perlawanan. 2. Jenral de kock berusaha memecahbelah pengikut diponegoro. Dan usahanya berhasil, sebab kyai mojo, pangeran kusumonegoro, sentot,dll meninggalkan diponegoro. Sehingga dia tinggal seorang diri. Kyai mojo diasingkan ke minahasa dan meninggal pada 20 desember 1849, sedangkan sentot dikirim kesumatra untuk memerangi kaum padri, namun akhirnya di tangkap dan dibuang ke bengkulu. Pada tahun 1829 pangeran mangkubumi dan alibasyah sentot prawirodirjo mengambil keputusan menyerahkan diri sebelum dikalahkan pada bulan oktober 1829. Sampai tahun 1829 pasukan diponegoroh telah banyak yang gugur. Oleh karena kondidinya yang semakin terdesak dan melihat kedudukanya yang sudah sempit, maka diponegoro bersedian melakukan perundingan. Melalui kleerens pada 16 februari 1830 diponegoro mau lelakukan pertemuan di desa romo kamal. Dalam pertemuan itu dibuat syarat-syarat perundingan sebagai berikut : 1. Jika perundingan tidak disetujui oleh diponegoro, ia boleh kembali secara bebas, 2. Dalam perundingan diponegoro harus jauh darin tentaranya, dilakukan di kota magelang.  Lalu perundingan di tunda sampai selesaui bulan puasa . pada saat lebaran de kock mendesak diponegoro mengemukakan tuntutan-tuntutannya.saat itu, diponegoro menghendaki menjadi kepala agama islam di jawa agar dapat memelihara keharmonisan rakyat. Tuntutan itu ditolak oleh pemerintah belanda. De kock takut kalau diponegoro akan menyerang lantaran pengikutnya kina banyak yang masuk ke kota magelang. Sementara pemerintah negeri belanda mendesak de kock agar segera menghentiakan perlawana dengan cara apapun agar melapangkan jalan bagi pelaksanaan culturselsel. Disamping itu, de kock juga terancam di pecat jika diponegoro sampai lepas kembali.
Dengan berbagai alasan tersebut,  diponegoro  ditangkap ditempat perundingan , kemudian dibawah kemanado dan pada 1834 dipindahkan ke makasar dan disana beliau wafat pada 8 januari 1855 dalam usia lebih kurang 70 tahun. Belanda yang merasa telah membantu pemerintahan kesultanan dan kesunanan mengajukan tuntutan penguasaan daerah mancanegara yang masih dimiliki oleh kedua kerajaan itu. Sunan pakubuwono VI yang menyingkir dari istana ke pantai selatan karena suatu sengketa, ditangkap dan diasingkan ke ambon.





                     Daftar pustaka
Sartono, kartodirjo,dkk.1975. sejarah nasional indonesia IV. Jakarta : balai pustaka.





[

Tidak ada komentar:

Posting Komentar