Sejarah Indonesia Zaman Pengaruh Barat
1. Perang pattimura di saparua
Pemindahan
kekuasaaan dari tangan inggris ke belanda membuat maluku tengah mulai khwawatir
akan pengalihan kekuasaan tersebut, sehingga mengadakan perundingan-perundingan
untuk membahasnya. Pada 14 mei 1817 di pulau saparua para pemuda dan
petinggi-petinggi desa sepakat untuk menghancurkan pusat kekuasaan kolonial do
banten duurstade yang terletak di pulai saparua. Keputusan ini diteruskan
kepada setiap negri di pulau itu. Dalam musyawarah di tempat itu dipilihlah
thomas mattulessi sebagai pemimpin perang dengan julukan pattimura. Peperangan
di saparua di menangkan oleh pattimura. Jatuhnya duurstede bagi belanda
merupakan suatu pukulan besar. Tidak lama kemudian mereka menyusun suatu
kekuatan untuk merebutnya kembali. Pasukan yang dipimpin oleh mayor beetjes itu
tiba di saparua pada tanggal 20 mei 1817. Sejak armada kapal beetjes memasuki
teluk saparua, kapitan pattimura sudah siap dengan strategi yang telah
disusunya. Seluruh pasukan telah disusun rapi di sepanjang pantai. Strategi
yang diterapkan pattimura berhasil menghancurkan pasukan beetjes pada 25 mei
1817. Setelah itu strategi selanjutnya dari pattimura yaitu melakukan
penyerbuan ke arah benteng zeelandia di pulau haruku.
Peyerbuan
pertama dilakukan pada tanggal 30 mei 1817, dimana serangan pasukan pattimura
yang pertama berhasil digagalkan oleh pihak belanda. Serangan kedua dilancarkan
setelah tiga hari kemudian, serangan yang dilakukan mendapat balasan dari pihak
belanda yang menembakkan meriam ke arah pasukan pattimura sehingga pasukan
menjadi berserakan. Setelah seminggu setelah penyerbuan ke benteng zeelandia
ini, muncul beberapa pihak yang mencoba melakukan perundingan. Namun
perundingan itu gagal. Dengan demikian peperangan dilancarkan kembali. Armada
dan pasukan groot kini menuju ke duurstede yang memang sengaja dilepaskan oleh
kapitan pattimura. Sekalipun
pasukan-pasukan groot berhasil menguasai benteng, namun diluar
tembok-temboknya pasukan pattimura tetap berkuasa. Perlawanan yang tidak
kunjung reda di saparua, haruku dan ambon dengan bantuan pasukan-pasukan
alifuru dari seram itu berlangsung terus dari bulan agustus – november.
Sekalipun persenjataan pattimura tidak lengkap karena kira-kira hanya dua puluh
persen saja dari pasukanya memiliki bedil tua yang biasanya dipakai untuk
berburu, sedangkan sebagian besar hanya memakai perang, tombak dan perisai.
Kendati demikian walau hanya dengan persenjataan yang seadanya tetapi semua itu
didukung oleh strategi sehingga penyerangan dapat dilakukan secara efektif. Pada bulan november 1817,
pasukan belanda mendapatkan bantuan 1500 orang dari kerajaan ternate dan tidore
atas permintaan gubernur middelkoop, dan sebuah armada yang lebih kuat dari jawa yang dipimpin langsung oleh
laksamana muda A.A Buyskes yang lain menjabat panglima armada di hindia-belanda
juga menjadi komisaris jenderal I di batavia. Dengan kekuatan yang besar, buyskes
mengirim sebuah pasukan kecil yang terdiri dari orang-orang ternate dan tidore
untuk memotong jalan melalui hutan dan pegunungan arah ke ambon. Pada desember
1817 pasukan pimpinan buyskes berhasil meredakan pertempuran dan menagkap
kapitan pattimura bersama denagn tiga orang panglimanya, dan mereka dijatuhi
hukuman mati yang dijalankan di benteng
niuew victoria di ambon.
2. Perang
Paderi /Minangkabau
Kedatangan islam dalam masyarakat
minangkabau sedikit banyak membawa kegoyahan dikalangan kaum adat. Meskipun
demikian adat tetap dipegang teguh oleh golongan masyarakat yang kepercayaannya
islam masih tipis. Kedatangan ketiga haji yakni haji Miskin, Haji Sumanik, dan Haji Piabang pada
tahun 1803, membawa perubahan baru pada masyarakat minangkabau. Ketiga haji
tersebut telah menyaksikan kerasnya usaha kaum Wuhabi di mekkah untuk
membersihkan agama islam dari tindakan-tindakan yang menyimpang dari ajaran
kur’an. Dalam pandangan mereka keadaan masyarakat minangkabau waktu itu telah menyimpang jauh dari apa yang
diajarkan agama. Oleh karena itu mereka bertekad untuk meluruskannya. Gerakan
Para haji ini yang kemudian terkenal dengan sebutan gerakan padri, terutama
bertujuan untuk memperbaiki masyarakat minagnkabau dan akan mengembalikannya
pada keadaan yang sesuai dengan ajaran islam. Beberapa ulama yang sudah lama
berpengaru dalam masyarakat menyambut ide kaum padri dengan baik. Ulama-ulama
ini kemudian muncul sebagai pemimpin-pemimpin yang berperanan dalam gerakan
padri. Ajaran kaum padri juga menarik perhatian sementara kepala-kepala negeri
di daerah pantai. Timbulnya perlawana-perlawanan dari kalangan kaum adat
membuat usaha ketiga haji ini perlu banyak pengorbanan dan kesabaran, seperti
ketika haji miskin mencoba melarang penyabungan ayam yang dilakukan oleh
penduduk di pandai sikai.
Pertempuran antara kedua belah pihak mulai
meletus dikota lawas. Perang ini kemudian menjalar ke daerah-daerah lain. Rakyat
yang telah dipengaruhi kaum padri mulai mengangkat senjata untuk menggabungkan
diri dalam perang. Di daerah alahan panjang kedudukan kaum padri telah terjadi
di berbagai daerah, kaum padri dibawah pimpinan datuk Bandaro telah bertempur
melawan kaum adat yang di pimpin oleh Datuk Sati. Datuk bandaro meninggal
karena terkena racun pada saat mengadakan pertahanan bersama
pengikut-pengikutnya di benteng bonjol. Kemudian digantikan oleh tuanku imam
bonjol. Didaerah lain seperti di tanah datar terdapat juga pertempuran antara
kaum padri yang dipimpin oleh tuanku pasaman dengan kaum adat. Pertentangan
intern antara golongan dalam masyarakat minangkabau yang disebabkan karena
perbedaan faham kepercayaan. Dan keyakinan ini mengalami perkembangan baru,
setelah kekuasaan asing kemudian mengadakan intervensi.
Kedatangan letnan gubernur thomas
raffles di padang pada pertengahan bulan juli 1818 tidak lain untuk mencoba
menarik perhatian rakyat minangkabau, berhubung daerah tersebut seperti halnya
daerah-daerah lainnya menurut konvensi london 1814 harus dikembalikan kepada
belanda. Perlawatan raffles ke minangkabau juga mempunyai maksud untuk
mengetahui dari dekat situasi terakhir di daerah tersebut. Pendekatan raffles
pada kaum adat berhasiil, bahkan kaum adat menginginkan bantuannya dalam
menghadapi kaum padri. Sebaliknya kaum padri menunjukkan sikap menolak
bekerjasama dengan pihak inggris. Waktu belanda menerima penyerahan kembali
daerah sumatra baratdari ingggris, maka perlawanan kaum padri akhirnya juga
diarahkan pada kekuasaan belanda. Kaum padri mulai melakukan serangan serangan
terhadap pos-pos belanda maupun pencegatan terhadap pasukan patroli mereka. Dalam
pertempuran yang terjadi antara pasukan
tuanku pasaman dan pasukan belanda telah meminta banyak korban di kedua belah
pihak.
Di daerah agam pada tanggal 24 september
1823 pasukan padri telah menyerang pasukan mayor laemlin yang berkekuatan 170
orang. Namun pasukan belanda berhasil
mendesak pasukan padri, bahkan akhirnya dapat merebut benteng pertahanan padri
di daerah itu yang dijaga oleh 360 orang. Dengan kepergian letnan kolonel raaff
kepadang pada 16 desember 1823 untuk menggantikan kedudukan Du Puy sebagai
residen dan komandan militer belanda di padang. Terjadilah perkembangan baru,
raaff merencanakan untuk mengadakan perundingan dengan pihak kaum padri.
Usahanya untuk mendekati kaum padri di bonjol berhasil dan pada 22 januari 1824
dapat diadakan perundingan perdamaian dengan mereka. Setelah itu kaum padri di
daerah VI kota juga mengadakan perdamaian dengan belanda. Tuanku damasiang,
seorang pemimpin padri di kota lawas, menolak untuk berdamai dengan belanda,
sehingga mendapat serangan dari pasukan belanda. Kota lawas dibakar dan tuanku
damasiang terpaksa menyerah karena kepungan pasukan belanda tersebut.
Meninggalnya letnan kolonel raaff karena sakit pada 19 april 1824 merupakan
kesempatan baik bagi mereka untuk mengobarkan perang lagi.
Kelemahan pasukan belanda di berbagai
daerah pertempuran membawa akibat makin meluasnya perlawanan kaum padri. Di
samping itu terlihat bahwa sementara kaum adat yang kecewa mulai melakukan
perlawanan juga terhadap belanda. Pada tanggal 10 agustus 1837 tuanku imam
bonjol menyatakan bersedia untuk mengadakan perundingan perdamaian. Tetapi
belanda menganggap bahwa kesediaan tuanku imam bonjol tersebut hanya merupakan
siasat untuk memperoleh waktu guna menggali lobang yang menghubungkan dalam dan
luar benteng. Dalam pertempuran bulan oktober 1837 pengepungan dilakukan oleh
pasukan-pasukan belandaterhadap benteng bonjol. Dan benteng bonjol yang dipertahankan oleh kaum padri dengan sekuat tenaga
dapat dimasuki oleh pasukan belanda. Penyerahan tuanku imam bonjol beserta
pasukanya terjadi pada tanggal 25 oktober 1837 dan merupakan pukulan berat bagi
perlawanan kaum padri pada umumnya. Dengan menyerahnya tuanku imam bonjol tidak
berarti bahwa perlawanan kaum padri di daerah-daerah lainnya segera berakhir.
Dalam bulan november 1837 tuanku tambusi masih mengadakan perlawanan di dekat
angkola, demikian pula terjadinya pemberontakan di batipo dalam tahun 1841
menunjukkan bahwa sisa-sisa perlawanan terhadap belanda masih tetap berlangsung.
3. Perang
Diponegoro
Sejak
daendels berkuasa, maka wilayah kekuasaan raja-raja jawa makin dipersempit. Hal
ini disebabkan karena banyak daerah yang diberikan kepada belanda sebagai
imbalan atas bantuannya. Dengan hilangnya daerah-daerah pesisir, kerajaan mataram
makin melepaskan kegiatan pelayaran dan perdagangannya, dan memusatkan kegiatannya pada bidang
pertanian. Pada tahun 1823 gubernur jenderal van der capplen memerintahkan agar
tanah-tanah yang disewa dari kaum
bangsawan dikembalikan lagi kepada yang punya, dengan perjanjian, bahwa uang
sewa dan biaya lainnya harus dibayar kembali kepada si penyewa. Dengan demikian
beban para bangsawan juga sangat berat karena uang sewa itu sudah dibelanjakan.
Pada saat kekuasaan mataram melemah muncullah seorang pemimpin besar, yang
dapat membimbing rakyat, yaitu pangeran diponegoro. Ia adalah putra sulung
sultan hamengkubuwono III dari garwa ampeyan. Yang lahir pada 11 november 1785
dengan nama kecil raden mas ontowiryo. Sejak kecil ia didik oleh neneknya
kanjeng ratu ageng ditegalrejo, terenal sebagai orang yang sangat saleh. Beliau
selalu memperdalam soal agama. Sebagai orang yang sangat saleh, beliau tidak
mementingkan keduniawian, dan selalu mengingat kepentingan umum. Terdesak oleh keadaan maka beliau bertindak untuk mempertahankan kedudukan para
bangsawan dan membela nasib rakyat kecil.
Sewaktu
inggris masih berkuasa, sultan hamenku buwono III dan raffles pernah
menjanjikan kepada diponegoro akan naik tahta sebagai pengganti ayahnya. Namun
setelah ayahnya wafat tahun 1814, yang menggantikan buakan diponegoro tetapi
adikya yakni mas jarot dengan gelar sultan hamengku buwono IV, sedangkan
diponegoro diangkat sebagai penasehatnya. Pengaruh terhadap diponegoro terhadap
sultan HB IV besar sekali. Atas desakan pangeran diponegoro, sultan HB IV
pernah mencabut keputusannya yang telah disampaikannya kepada residen belanda.
Karena kehidupan HB IV yang kebarat-baratan, maka wafatnya yang tiba-tiba tahun
1822 dianggap oleh diponegoro sebagai kutukan.
Pada tanggal 25 juli
1825 berkobarlah perlawanan diponegoro. Dalam pertempuran tersebut, pangeran
diponegoro bersama keluarganya berhasil melepaskan diri dari serbuan belanda.
Setelah pertempuran di tegalrejo, diponegoro dengan pasukannya menyingkir ke
gua selarong, sekitar 15 km sebelah barat daya kota yogyakarta, guna mengatur
siasat perang selanjutnya. Keluarka diponegoro di ungsikan ke dekso.
Kabar
mengenai meletusnya perlawanan diponegoro terhadap belanda meluas ke berbagai
daerah. Rakyat petani yang telah lama menderita dalam kehidupannya, banyak yang
datang untuk ikut serta dalam perlawanan. Demikian pula para ulama dan
bangsawan yang kecewa terhadap belanda bergabung dengan diponegoro.
Daerah-daerah lain juga menyambut perlawanan diponegoro dengan melakukan
perlawana terhadap belanda. Alibasyah sentot prawirodirjodari madiun menjadi
panglima perang diponegoro. Itulah sebabnya pada tahun-tahun pertama
pertempuran dengan cepat meluas sampai ke daerah pacitan, purwodadi, banyumas,
pekalongan, semarang, rembang, kertosono, dan madiun. Dalam pertempuran di
daerah lekong (1826), belanda di pukul mundur, seorang letnan belanda tewas dan
dua orang bangsawan gugur. Dalam pertempuran-pertempuran dari tahun 1825-1826 kemenangan ada di pihak
diponegoro, hal ini disebabkan. 1. Semangat perang pasukan diponegoro masih
tinggi, 2 siasat gerilya yang dilakukandiponegoro belum tertandingi, 3 sebagian
pasukan belanda masih berada di sumatra barat dalam rangka perang padri. Karena
itu tawaran belanda untuk melakukan perdamaian selalu di tolak diponegoro. Lalu
belanda melakukan berbagai siasat sebagai berikut : sultan HB II (sultan sepuh)
yang dibuang raffles ke pulau pengang dikembaliakan ke yogyakarta dengan tujuan
menandatangan kan perdamaian sehingga para bangsawan yang memihak diponegoro
diharapkan kembali ke kraton. Usaha tersebut gagal karena sultan sepuh kurang
berwibawah lagi bahkan tidak lama kemudian terus wafat sehingga para bangsawan
tetapm melakukan perlawanan. 2. Jenral de kock berusaha memecahbelah pengikut
diponegoro. Dan usahanya berhasil, sebab kyai mojo, pangeran kusumonegoro,
sentot,dll meninggalkan diponegoro. Sehingga dia tinggal seorang diri. Kyai
mojo diasingkan ke minahasa dan meninggal pada 20 desember 1849, sedangkan
sentot dikirim kesumatra untuk memerangi kaum padri, namun akhirnya di tangkap
dan dibuang ke bengkulu. Pada tahun 1829 pangeran mangkubumi dan alibasyah
sentot prawirodirjo mengambil keputusan menyerahkan diri sebelum dikalahkan
pada bulan oktober 1829. Sampai tahun 1829 pasukan diponegoroh telah banyak
yang gugur. Oleh karena kondidinya yang semakin terdesak dan melihat
kedudukanya yang sudah sempit, maka diponegoro bersedian melakukan perundingan.
Melalui kleerens pada 16 februari 1830 diponegoro mau lelakukan pertemuan di
desa romo kamal. Dalam pertemuan itu dibuat syarat-syarat perundingan sebagai berikut
: 1. Jika perundingan tidak disetujui oleh diponegoro, ia boleh kembali secara
bebas, 2. Dalam perundingan diponegoro harus jauh darin tentaranya, dilakukan
di kota magelang. Lalu perundingan di
tunda sampai selesaui bulan puasa . pada saat lebaran de kock mendesak
diponegoro mengemukakan tuntutan-tuntutannya.saat itu, diponegoro menghendaki
menjadi kepala agama islam di jawa agar dapat memelihara keharmonisan rakyat.
Tuntutan itu ditolak oleh pemerintah belanda. De kock takut kalau diponegoro
akan menyerang lantaran pengikutnya kina banyak yang masuk ke kota magelang.
Sementara pemerintah negeri belanda mendesak de kock agar segera menghentiakan
perlawana dengan cara apapun agar melapangkan jalan bagi pelaksanaan
culturselsel. Disamping itu, de kock juga terancam di pecat jika diponegoro
sampai lepas kembali.
Dengan
berbagai alasan tersebut,
diponegoro ditangkap ditempat
perundingan , kemudian dibawah kemanado dan pada 1834 dipindahkan ke makasar
dan disana beliau wafat pada 8 januari 1855 dalam usia lebih kurang 70 tahun. Belanda
yang merasa telah membantu pemerintahan kesultanan dan kesunanan mengajukan
tuntutan penguasaan daerah mancanegara yang masih dimiliki oleh kedua kerajaan
itu. Sunan pakubuwono VI yang menyingkir dari istana ke pantai selatan karena
suatu sengketa, ditangkap dan diasingkan ke ambon.
Daftar pustaka
Sartono,
kartodirjo,dkk.1975. sejarah nasional indonesia IV. Jakarta : balai pustaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar